Foto pemain kesenia kuda lumping di sanggar satrio singo lodayah medan polonia
Nusantara Expos Medan Aroma kemenyan dan tabuhan gamelan mengalun merdu di udara sore itu. Riuh rendah sorak sorai penonton membahana menyambut penampilan kesenian Kuda Lumping dari Sanggar singo lodayah ”. Bukan sekadar tarian, bagi warga kel polonia, Kuda Lumping adalah warisan budaya yang hidup, sebuah cerminan sejarah dan jati diri mereka.
Muchlis (38), gambo yang turut hadir, mengenang masa duluh kecil . “Dulu, Kuda Lumping bukan hanya hiburan, tapi juga bagian dari ritual adat,” kenangnya sambil tersenyum. “Penampilannya selalu diiringi doa dan harapan untuk keselamatan desa dan panen yang melimpah.”
Kesenian Kuda Lumping di kel polonia memang memiliki sejarah panjang. Menurut cerita turun-temurun, kesenian ini telah ada sejak ratusan tahun lalu, diwariskan dari generasi ke generasi. Gerakan-gerakannya yang dinamis, diiringi alunan gamelan yang khas, menggambarkan kegagahan dan keanggunan kuda. Para penari, dengan kostumnya yang berwarna-warni dan topeng kuda yang gagah, mampu memukau penonton.
Namun, tak hanya kegagahan yang ditampilkan. Puncak penampilan Kuda Lumping di kelurahan polonia adalah ritual iraman di mana para penari seolah-olah kesurupan dan menari dengan liar. Mereka menari dengan gerakan-gerakan yang tak terduga, bahkan menyantap benda-benda aneh seperti rumput atau tanah. Bagi sebagian orang, ini adalah bagian mistis dari kesenian ini, sebuah interaksi antara dunia nyata dan dunia gaib.
“Ritual *iraman* ini bukan sekadar pertunjukan,” jelas Mbak Sri (40) , penasehat Sanggar singo lodayah. “Ini adalah bagian penting dari Kuda Lumping, yang menunjukkan kekuatan spiritual dan hubungan manusia dengan alam.” Ia menambahkan bahwa para penari dilatih secara khusus untuk mengendalikan diri selama ritual *iraman* agar tetap aman.
Di tengah modernisasi, Kuda Lumping di kelurahan polonia tetap lestari. Sanggar singo lodayah aktif melatih generasi muda untuk menjaga kelangsungan kesenian ini. Mereka tidak hanya mengajarkan gerakan tari, tetapi juga nilai-nilai budaya dan sejarah yang terkandung di dalamnya.
“Kami ingin anak-anak muda tetap mengenal dan mencintai budaya mereka sendiri,” kata Mbak Sri. “Kuda Lumping bukan hanya tarian, tetapi juga identitas dan kebanggaan kelurah polonia medan”
Penampilan Kuda Lumping di kelurahan polonia malam itu berakhir dengan tepuk tangan meriah dari penonton. Kesenian ini, lebih dari sekadar hiburan, telah menjadi perekat persatuan dan pelestari budaya bagi masyarakat setempat. Semoga Kuda Lumping di Desa Sukasari, dan di seluruh Indonesia, tetap lestari dan terus memukau generasi mendatang.